Secara
etiomologi asal usul nama Nagari Kamang dapat ditelusuri, dimana menurut Tambo
Nagari Kamang yang disesuaikan dengan sejarah Kerajaan Minangkabau, yang
mengalami masa jayanya pada abad X Masehi, beberapa kelompok pengembara dari
Pagaruyung mencoba mencari daerah baru sebagai perluasan wilayah. Mereka turun lewat Tabek Patah terus ke Bukit Lantak Tuo.
Disini mereka memecah menjadi beberapa rombongan kecil. Salah satu dari
rombongan tersebut meneruskan perjalanan menempuh hutan rimba, sampai mereka
menemukan sebuah sungai yang mengalir dari barat ke timur, mereka menelusurinya
untuk mencari hulunya. Mereka sampai pada pinggiran sungai yang berbatu-batu
mirip terowongan, air keluar dari dalam terowongan tersebut. Perjalanan
dilanjutkan, mereka menemukan air
berputar masuk terowongan bawah bukit. Di sini mereka beristrahat dan menyusun
kelompok berdasarkan pasukuan yang mereka bawa dari Pagaruyung yaitu 4 (empat) pasukuan adat.
Perjalanan
dilanjutkan mereka sampai pada batuan yang menjulang tinggi. Beberapa laki-laki
naik ke puncak batu untuk melihat tempat yang baik untuk bermalam. Batu itu
tersebut mereka namai Batu Bajolang. Setelah menerima petunjuk dari pimpinan
rombongan mereka menuju senuah dataran tinggi dimana disana tumbuh batang kayu
besar bagaikan gobah, yang akhirnya daerah ini dinamai Gobah. Mereka merasa
betah tinggal disini, lalu mendirikan pondok-pondok. Mereka mulai mencancang-melateh,
manatak dan manaruko. Disinilah mulai bataratak sabalun bakorong dengan
kampung, sabalun Bakoto Banagari. Biasanya setiap sore mereka berkumpul sambil
bermusyawarah untuk segala sesuatu demi kelanjutan hidup. Pimpinan rombongan
biasanya meminta pendapat kepada yang hadir “kamanga awak lai”. Dengan asal istilah “kamanga” ini, pohon kayu tersebut mereka namai Kayu Kamang. Setelah melalui proses
sekian lama, nama kamang mereka pakai untuk nama wilayah yaitu NAGARI KAMANG. Sementara itu berdatangan
pulalah rombongan demi rombongan dari daerah lain, seperti Sariak Sungai Pua,
Candung, Koto Laweh, Biaro, Sungai Janiah dan lain-lain. Setelah sekian lama,
sesuai dengan pekembangan penduduk dan kebutuhan akan lahan. Penyebaran penduduk lebih besar kearah utara dan barat. Semuanya
mereka tata dengan hukum adat.
Seiring dengan perputaran waktu, pada perkembangan
selanjutnya pada suatu kesempatan mereka
telah dapat membuat kata sepakat untuk
menentukan batas-batas nagari
dengan cara “kamananam aua nan sarumpun di ateh tanah nan
sabingkah”. Adapun tempat aur akan
ditanam disepakati; Sebelah timur di bukit Baka, sebelah Barat di gurun capo,
sebelah Selatan mulai dari perbatasan dengan Salo sampai Parak Rajo (perbatasan
dengan Nagari Bukik), sebelah Utara di puncak Bukik Panjang. Itulah kawasan
yang mereka jadikan sebagai wilayah Nagari. Didalam kawasan itulah ado badusun bataratak, basasok bajurami, ado
balabuah batapian, babalai bamusajik dst. Sejalan dengan asal usul kata
“Nagari“, Nagari berasal dari kata dipagari.
Pada waktu itu Kawasan Nagari Kamang dipagari dengan aur sekelilingnya dan ini
sekaligus yang mejadi batas nagari. Adapun nagari yang ada di
sekelling Nagari Kamang yaitu; Salo, Magek, Bukik dan Suayan.
Masyarakat Kamang adalah masyarakat yang anti akan
penjajahan, ini dapat dilihat dari :
1. Perang Paderi (tahun 1821 – 1827)
Kamang termasuk salah satu pusat pergerakan Kaum Putih (Paderi) hasil
gemblengan Harimau nan Salapan. Adapun tempatnya adalah di Mesjid Taluak. Mesjid
Taluak adalah mesjid yang pertama kali dibangun di Kamang pada tahun 1800 atas
prakarsa ulama termasyhur waktu itu yang bernama Tuangku Labai Diaceh. Imamnya
adalah Tuangku Bajangguik Hitam, yang sekaligus pemimpin pejuang Kaum Paderi di
Kamang.
2. Perang Kamang yang
terjadi pada tanggal 15 Juni 1908 dengan pimpinan perlawanan M.Saleh Dt.Rajo
Pangulu.
3. Pemberontakan
Kamang 1926 yang diprakarsai oleh Serikat Hitam yang dipimpin oleh Ramaya.
4. Sewaktu agresi Militer Belanda 1947 s/d 1949 Kamang
merupakan Basis pertahanan KPA dan Markas Bupati Militer Agam.
Setelah Perang Paderi, Kamang dibagi dalam tiga dibagian
dengan istilah Sidang/Patah, yaitu sidang Hilir, sidang Tangah dan sidang
Mudiak. Pada waktu pemerintahan memakai sistem Kelarasan. Kamang merupakan satu
Kelarasan yang wilayahnya mencakup 4 Nagari yaitu Kamang, Bukik, Suayan dan
Simalantiak. Angku
Larasnya orang Kamang dan berkedudukan di Kamang maka disebutlah Lareh Kamang. Pada waktu ini
Nagari Kamang terdiri dari 17 jorong 1.Koto
Panjang, 2.Dangau Baru, 3.Dalam Koto, 4.Batu Baragung, 5.Bancah, 6.IV Kampung,
7.V Kampung, 8.Pintu Koto, 9.Joho, 10.Nan tujuh, 11.Balai Panjang, 12.Koto Nan
Gadang, 13.Koto Kaciak, 14.Guguak Rang Pisang, 15.Binu, 16.Ladang Darek, 17.Solok.
Setelah Perang Kamang 1908 sistim kelarasan dihapus, diganti dengan
Admisistratif Onderdistrik yang dikepalai oeh seorang Asisten Demang. Setelah
memakai sistim admisistratif onderdistrik ini, untuk menghilangkan
pengaruh nama Kamang, supaya Perang
Kamang jangan ditiru oleh nagari-nagari lain, sekitar tahun 1913 nama Nagari Kamang diganti dengan Aua
Parumahan, Nagari Bukik berobah nama
menjadi Surau Koto Samiak. Nagari Suayan dan Simalantik
dimasukan dalam Daerah Lima Puluh Kota. Nama Nagari Aua Parumahan ini
berlansung sampai Pendudukan Jepang. Setelah Proklamasi Kemerdekaan oleh
Kerapatan Nagari Kamang nama nagari dikembalikan kepada aslinya yakni KAMANG.
Nagari Kamang pada waktu itu dipimpin oleh Seorang Wali Nagari yang
membawahi jorong-jorong yang ada.
Ketika
mempertahankan kemerdekaan, Kamang merupakan basis para pejuang. Dalam Agresi
militer II Belanda, pada tanggal 19 Desember 1948 Bukittinggi sebagai ibu kota Kabupaten Agam
diduduki. Pada hari Senen tanggal 20 Desember 1948 pukul 03.00 dinihari,
Kolonel Dahlan Jambek sebagai Penguasa
Militer Daerah terpaksa membumi-hanguskan dan meninggalkan Bukittinggi. Bersama
dengan staffnya dia mengungsi ke Kamang.
Ada 2 (dua) faktor penting
mengapa mereka memilih Kamang untuk
tempat mengungsi :
1. Faktor alam;
dimana Kamang merupakan daerah yang
terletak di kaki perbukitan (di kaki bukit barisan) yang sangat cocok untuk
bergerilya.
2. Faktor penduduk;
dilihat pada sejarah masa lampau penduduk Kamang mempunyai watak anti
penjajahan yang telah terbukti dengan Perang Paderi 1821 – 1837, Perang Kamang
1908 dan Pemberontakan Kamang 1926.
Kolonel Dahlan Jambek ditempat pengungsian segera
mengadakan konsolidasi guna mempertahankan Koto Tinggi sebagai Ibu Kota PDRI.
Diantara langkah yang diambil adalah mengaktifkan seluruh jawatan fungsional
yang ada, dan memperkuat garis pertahanan menuju Kamang seperti Bukik Kawin,
Bukik Kuliriak. Setelah melalui rapat
kilat di Jorong koto Nan Gadang dapat dihasilkan rencana penting:
1. Menetapkan rumah
Mardiun di Jorong Batu Baraguang sebagai
markas Komando Pertempuran Agam (KPA) dengan komandan Kolonel Dahlan Jambek.
2. Mengangkat Kolonel
Dahlan Jambek sebagai Bupati Militer Agam, yang berkedudukan di Jorong Koto Nan
Gadang, Miral Manan sebagai Sekretaris, Yunizar sebagai Camat Militer Tilatang
Kamang.
3. Mengangkat Baharudin Jamil sebagai Wedana yang berkantor
di Balai Panjang.
4. Menunjuk D.Dt.Rajo
Marah sebagai Wali Nagari dan Sahar sebagai Sekretaris berkantor di Koto Nan
Gadang.
5. Menempatkan Kantor Penerangan di Jorong Binu.
6. Untuk Rumah Sakit
KPA ditetapkan rumah Dt.Sinaro di Cegek Dalam Koto.
Pada tanggal 24
Desember 1948 Belanda melakukan penyerangan
ke Kamang namun dapat di patahkan oleh tentara rakyat dibawah pimpinan
Letnan Bakhtiar, Sofyan, Jamaan Tembak dan Zulkarnain. Begitu juga dengan
serangan selanjutnya, meskipun ditebus dengan beberapa jiwa Prajurit dan
rakyat.
Diawal tahun
1949 terbentuk suatu unit gerilya yang bernama Pasukan Mobil Teras (PMT). Anggota PMT ini berasal dari pemuda yang telah mendapat
latihan militer dari tentara Jepang dahulu. PMT ini benar-benar dapat
memporak-porandakan pasukan Belanda. Untuk mengantisipasi sergapan PMT Belanda
meningkatkan tekanan militer terus menerus. Serangan dimulai dini hari kemudian
esoknya didukung oleh pasukan mobil lapis baja dan beberapa truk pasukan
infantri yang dilindungi oleh pesawat tempurnya. Di Jorong Batu Baraguang
markasnya KPA pernah dijatuhkan Bom 2 kali yang banyak menimbulkan kerugian
bagi penduduk setempat.
Sewaktu perang mempertahankan kemerdekaan inilah (tahun
1949) diantara tokoh-tokoh waktu itu yang hanya mengatas namakan anak nagari,
antara lain Saibi St.Lembang Alam (Nagari Kamang), Ak.Dt Gunung Hijau (Nagari
Surau Koto Samiak), Patih A, Muin Dt.Rky.Maradjo (Nagari Surau Koto Samiak)
dalam suatu rapat di Anak Air Dalam Koto
Kamang, sepakat untuk menambah Hilir dibelakang nama Kamang, sehingga
menjadi KAMANG HILIR, sedangkan Nagari Surau Koto Samiak ditukar menjadi KAMANG
MUDIAK. Sebutan nama nagari ini
belangsung sampai saat sekarang. (Dikutip dari berbagai sumber).