Tepat di sebelah kanan Lapangan Kantin Bukittinggi kalau dipandang
dari arah depan Kantor Balaikota Lama, terdapat sebuah tugu atau
monumen. “Monumen Pendidikan Opsir Divisi X Banteng Sumatera Tengah”
judulnya. Monumen ini berbentuk persegi dengan patung seorang opsir yang
sedangmengarahkan pedang di tangan kanannya ke arah jalan. Sepertinya
patung seorang komandan yang sedang memberikan pengarahan kepada segenap
anak buahnya.
Keadaan monumen ini tidak begitu terawat, sungguh sangat sayang
sekali. Kamipun baru mengetahui perihal keberadaan monumen “Divisi
Banteng” ini. memang terlihat dengan jelas dari arah jalan, namun kami
tak pernah tahu kalau monumen ini ditujukan untuk para prajurit Dewan
Banteng.
Pada sisi kiri dan kanan dari monumen ini terdapat nama-nama para
opsir. Sisi sebelah kanan merupakan nama-nama dari opsir dari angkatan
pertama yang berjumlah 84 orang. Sedangkan pada sisi sebelah kiri
terdapat nama-nama dari opsir angkatan kedua yang berjumlah 60 orang.
Pada sisi sebelah belakang terdapat tulisan “Aku Mencintaimu Tanah
Airku, Teruskan Perjuangan Kami” di atas peta Indonesia.
Sungguh tak disangka, selama ini kami baru tahu. Bahkan guru-gurupun
tak pernah menyebut mengenai monumen ini. Jangankan para guru, para
dosen sejarah tempat kami dahulu menuntu ilmu tak pernah menyebut
perihal keberadaan momumen ini. Sungguh sangat kasihan sekali.
Namun tatkala kami fikir-fikirkan lagi, wajar rasanya. Kenapa? Sebab
Divisi X Banteng selain dikenal sebagai pahlawan yang berhasil
mempertahankan kemerdekaan dimasa revolusi kemerdekaan dahulu. Dimana
tidak satupun negara boneka masa Republik Indonesia Serikat berhasil
dibentuk di Sumatera Barat. Itu semua berkat kegigihan dalam perjuangan
oleh masyarakat Minangkabau dengan Divisi Banteng mereka.
Namun bagi sebagian orang, Divisi Banteng merupakan nama yang sangat
memuakkan. Terutama oleh kaum nasionalis dan komunis serta soekarnois.
Kenapa?
Karena pada tahun 1958 Divisi ini dengan pimpinannya yang bernama
Kolonel Ahmad Hussein seorang putera Nagari Kuranji di Kota Padang,
mengambil alih pemerintahan sipil di Sumatera Tengah. Ketika itu yang
menjadi gubernur di Sumatera Tengah ialah Roeslan Moeljohardjo yang
berkedudukan di kota ini, Bukittinggi.
Tampak Kiri
Pemberontakan PRRI yang sangat terkenal, dibenci dan dimaki oleh
Jakarta yang terjadi pada tahun 1958-1961 dikobarkan oleh para prajurit
dan bekas prajurit dari divisi ini. Para nasionalis memaki, komunis
membenci, dan rakyat Indonesia dipengaruhi hingga kini.
Namun bagi kami orang Minangkabau yang tahu dan menguasai sejarah
negeri kami. Tidak demikian tuan. Bagi kami kalaulah benar apa yang
terjadi masa itu (1958-1961) patut disebut dengan pemberontakan, maka
kami hanya memberontak kepada pengaruh komunis yang sangat merajalela di
Jakarta. Kami tidak memberontak kepada republik ini, KAMILAH YANG
MEMBENTUK & MEMPERTAHANKAN REPUBLIK INI, lalu kenapa kami pula yang berkeinginan untuk menghancurkannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar