Pakaian
Perempuan Minangkabau pada masa dahulu. HIngga penghujung abad ke-20
pakaian ini masih bertahan di Minangkabau. Namun semenjak permulaan abad
21 maka pakaian khas orang Minang ini mulai menghilang. Bahkan sekarang
jika diperlihatkan pakaian serupa ini maka akan dikatakan oleh orang
Minang nan pandir-pandir sebagai “Baju Urang Malaysia”.
Perempuan ialah lambang kehormatan bagi orang Minangkabau, mereka
dimuliakan dan dituahkan dengan Rumah Gadang dan harta pusaka. Sedangkan
lelaki hanya dituahkan dengan Gelar Pusaka. Namun banyak jua orang
Minang yang tak begitu faham dengan adat serta orang luar yang memandang
adat Minang ini dengan penuh prasangka dan cemburu. Mereka semua
berpendapat berlainan..
Pakaian kemualiaan seorang perempuan Minangkabau ialah Baju Kurung.
Pakaian ini sebenarnya tidak hanya dipakai oleh perempuan Minangkabau
saja, akan tetapi seluruh perempuan di Alam Melayu menggunakannya. Saat
ini, hanya orang-orang Melayu di Malaysia yang masih mempertahankan
pakaian ini. Sehingga banyak orang Minangkabau yang tak faham apabila
disebut perihal baju kurung maka mereka akan berseru “O baju yang serupa
dipakaia oleh orang Malaysia itu..?”
Sungguh sangat kasihan sekali orang Minangkabau, telah lupa dengan jati diri, telah lupa dengan diri sendiri.
Baju kurung merupakan baju yang lapang tidak berlekuk seperti kebaya.
Lurus kebawah dan tidak memperlihatkan lekuk-lekuk tubuh perempuan,
panjangnya mencapai betis kaki. Kemudian di bawahnya digunakan kodek
yakni dari kain sarung dengan jenis bernama “Kain Sarung Jawa”. Kodek
dipakai sebagai ganti rok, rok belum dikenal oleh orang dahulu atau
tidak ada dalam kebudayaan orang Minangkabau.
Baju kurung dahulu rata-rata ialah baju kurung basiba, yakni
tidak berjahit dibahu melainkan di siku. Baju jenis ini sudah jarang
kita temui di Minangkabau pada masa sekarang. Telah habis termakan
zaman, ditinggalkan oleh anak kamanakan. Tinggal kenangan bagi orang tua
renta, memandang dengan pahit pakaian anak gadis sekarang.
“Mungkin baju kuruang akan tamat riawayatnya seiring dengan khatamnya
umur yang ada pada badan..” begitulah kira-kira isi hati mereka.
Kemudian, pakaian ini dihiasi dengan selendang bagi perempuan-perempuan yang tidak suka memakai lilik.
Selendang ada yang sekedar jadi hiasan di bahu ataupun leher, ada juga
yang dipakai sebagai kerudung. Bagi perempuan yang agak “preman” mereka
hanya menjadikan selendang sekedar hiasan. Bagi yang agak bataratik
agak sedikit mereka akan menutupi rambut mereka dengan selendang
tersebut maka jadilah kerudung. Bagi yang kuat agamanya, maka mereka
akan memakai lilik.[1]
Lilik ialah serupa dengan jilbab hanya saja berbeda pada bentuk dan
teknik pemakaian. Pemakaian lilik sangatlah payah (rumit). Sudah tidak
dipakai oleh kaum perempuan zaman sekarang karena dianggap menyusahkan.
Kalau tak salah, hingga sekarang, anak sekolah MTsN dan MAN masih
memakainya.
Lilik berupa kain kerudung berukuran lebar sekitar 60 cm dan panjang sekitar 1,5-2 m. Dinamakan lilik
karena teknik pemakainya memanglah dililitkan ke kepala. Lilik lazim
dipakai oleh orang-orang zaman dahulu. Pada masa sekarang mulai banyak
ditinggalkan. Bahkan anak gadis sekarang tidak pandai atau tahu cara
memakai lilik.
[1] Secara harfiah berarti “lilit”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar