Pemberontakan PRRI
Polemik PRRI kembali mengemuka tatkala Syafruddin Prawiranegara
hendak diusulkan menjadi Pahlawan Nasional. Kenapa demikian? Karena
putera daerah asal daerah Banten, Jawa bagian barat ini merupakan
Perdana Mentri PRRI ketika Kolonel Ahmad Hussein memroklamirkan
berdirinya Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) di
Sumatera Tengah. Hingga kini, secara resmi negara ini masih menganggap
PRRI sebagai gerakan separatis yang ingin memisahkan diri dari Republik
Indonesia. Benarkah demikian?
Ketika masih kuliah di jurusan sejarah, kajian PRRI memang menjadi
bahan perdebatan antara mahasiswa, bahkan dengan dosen. Kebanyakan dari
kami yang putera daerah menganggap bahwa PRRI bukanlah pemberontakan
melainkan suatu gerakan untuk menegur atau mengoreksi Soekarno yang
dinilai semakin arogan dalam memimpin negara ini. Sesosok pribadi yang
begitu dipuja di Tanah Jawa sehingga membuat dia lupa daratan bahwa
sesungguhnya dirinya bukan raja layaknya raja-raja kuno Jawa melainkan
seorang presiden yang masa jabatannya terbatas. Soekarno juga menjalin
hubungan gelap yang kemudian tanpa rasa malu berani secara
terangan-terangan diperlihatkannya dengan Partai Komunis Indonesia
(PKI). Pada masa itu, partai ini amat dibenci oleh sekalian golongan
nasionalis dan Islam di negara ini. Dan puncak dari ini semua ialah
pecahnya Dwi Tunggal, Hatta mengundurkan diri dari jabatan Wakil
Presiden. Hal ini menjadi suatu pertanda bagi orang-orang bahwa Soekarno
sudah lupa daratan dan tidak dapat lagi mengendalikan dirinya. Haus
akan kekuasaan yang absolut, hendak disembah dan diakui sebagai raja di
negeri yang baru merdeka ini. Dengan pola pemerintahan sentralistis yang
jelas-jelas tidak cocok bagi Indonesia yang plural. Yang membuat Hatta
lepas tangan dan mengundurkan diri dari jabatan Wapres, “ketika arus
sedang deras jangan arahkan biduk kita menentang arus air” begitu
kira-kira filosofi yang dipegang Hatta.
Namun ada seorang dosen kami yang mengemukakan pendapat, bahwa dalam
mengkaji sejarah PRRI eloklah kita kembali ke konsep pemberontakan.
Apakah pemberontakan itu? Menurut beliau, pemberontakan ialah suatu
gerakan yang berusaha melawan kekuasaan sah yang ada di negara ini. Dan
pada masa itu, suka ataupun tidak, rela ataupun tidak, Soekarnolah
pemimpin di negara ini. Maka gerakan yang dikomandoi oleh Kolonel Ahmad
Hussein merupakan gerakan pemberontakan. Terlepas apakah kita rela atau
tidak atas gelar “pemberontak” yang disematkan kepada bangsa kita,
Bangsa Minangkabau.
Namun, lebih lanjut beliau menjelaskan. Jika ditanya apakah saya suka
atau tidak, setuju atau tidak dengan pemberontakan yang dilancarkan
oleh Kolonel Ahmad Hussein, maka itu perkara lain..
Kamipun para mahasiswa mulai berubah pendapat, namun ada juga yang
tetap dengan pendirian semula. Bagi kami yang sependapat dengan dosen
kami tersebut, kami berpendapat “Kita adalah seorang pemberontak, dan
kita bangga dengan itu..”
Untuk memahami peristiwa PRRI tidaklah baik jika kita hanya memandang
dari satu sudut pandang saja. Kita juga harus memahami bagaimana pola
pemerintahan Soekarno, seperti apa watak dan karakter dari orang yang
menjadi Presiden pertama di negara ini? Kita juga harus tahu
perkembangan perpolitikan saat itu, dimana Komunis menjadi suatu ancaman
bagi republik baru ini. Tidak saja ancaman bagi Indonesia, akan tetapi
juga ancaman bagi dunia. Dunia sedang cemas terhadap Moskow dan Stalin,
dimana-mana ideologi Komunis menjadi momok yang menakutkan karena
dimanapun mereka berada maka akan selalu ada kekerasan dan pertumpahan
darah. Orang-orang komunis ialah sekumpulan orang-orang tak beradab yang
berwatak kasar, bicara menyakitkan dan bersikap kasar seperti orang
primitif. Tidak pandai menghargai orang lain dan selalu menganggap diri
merekalah yang benar. Dalam setiap ideologi selalu ada golongan fanatik
dan yang tidak, biasanya jumlah golongan fanatik lebih sedikit dari yang
tidak. Namun pada ideologi komunis, golongan yang fanatik jauh lebih
banyak.
Di Sumatera Tengah, utama sekali di Minangkabau, komunis merupakan
musuh utama. Mereka tidak pernah berhasil meraih simpati rakyat, Partai
Masyumi selalu tampil sebagai pemenang di negeri ini. Beda keadaannya
dengan di Jawa, partai ini berhasil merangkul banyak pendukung, terutama
sekali para Soekarnois. Intinya, yang paling merasa terancam dengan
ideologi Komunis ialah Minangkabau, Adat Basandi Syara’, Syara’ Basandi
Kitabullah adalah harga mati yang tak boleh ditawar. Islam adalah
ideologi, tidak hanya agama..
Hal ini terbukti, ketika “Tentara Pusat” melakukan agresi ke Sumatera
Tengah maka orang-orang Komunis inilah yang paling keras, paling kejam,
dan yang paling biadab. Pembantaian dan pemerkosaan terjadi di
Minangkabau. Belum pernah Perempuan Minangkabau diperlakukan sebiadab
ini sebelumnya, bahkan oleh Belanda sekalipun. Dan ini dilakukan oleh
“Tentara Pusat, Tentara Soekarno”.
Akan sangat eloklah jika kita membaca ulang sejara PRRI, bahwa orang
yang pertama kali datang ke Sumatera Tengah untuk menumpas pemberontakan
ini ialah Ahmad Yani, dia mengepalai pasukan dari Kodam Brawijaya. Dia
dan pasukannya hanyalah pembuka jalan, tak lama setelah itu dia dan
pasukannya ditarik. Memang tidak ada terdengar pasukan Ahmad Yani ini
melakukan beragam kebiadaban, namun pasukan yang didatangkan sebagai
pengganti pasukannya inilah yakni dari Kodam Diponegoro yang memulai
petaka. Mereka dikenal sebagai prajurit-prajurit komunis.
Belum pernah Minangkabau dihina sedemikian rupa sebelumnya, dan
alangkah sangat anehnya ketika dimasa sekarang banyak orang-orang yang
berlagak peduli soal HAM berusaha mengangkat tragedi yang menimpa kaum
Komunis di tahun 1965. Sedangkan dilain pihak mereka menutup mata atas
kebiadaban Komunis di masa sebelumnya. Aneh memang..
sumber foto:http://bode-talumewo.blogspot.com/2008/12/galeri-foto-prri-tempo-doeloe.html & http://www.goodreads.com/book/show/6218790-prri
juga dimuat di: minangcabo.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar